Kajian Pragmatik, Etnografi Komunikasi dan Kajian Analisis Variasi
Wacana memiliki unsur pendukung yang sangat lengkap dan kompleks.Unsur tersebut terdiri atas unsur verbal (linguistik) dan unsur nonverbal (nonlinguistik).Struktur linguistik wacana merupakan satuan lingual tertinggi dan terlengkap dalam hirarki kebahasaan. Sementara, unsur non linguistik yang melingkupinya mengandung sejumlah besar pengetahuan dan informasi tak terbatas.Hal ini mengisyaratkan, bahwa wacana adalah aspek kajian yang luas, dan bersifat kontekstual.Kajian wacana berkaitan dengan pemahaman tentang tindakan manusia yang dilakukan dengan bahasa (verbal) dan bukan bahasa (nonverbal).Hal ini menunjukkan, bahwa untuk memahami wacana dengan baik dan tepat, diperlukan bekal pengetahuan kebahasaan, dan bukan kebahasaan (umum).Berdasarkan kenyataan tersebut, wacana membutuhkan seperangkat pengetahuan yang luas, mendalam dan memadai. kajian wacana merupakan suatu piranti yang digunakan untuk proses penyelidikan atau mengkaji satuan bahasa terlengkap dalam hierarki gramatikal. Objek kajian wacana dengan pendekatan ini adalah aspek pragmatik yang terdapat dalam sebuah wacana. Misalnya memotret dan memahami (1) prinsip dan maksim kesantunan penuturan wacana, (2) prinsip maksim kerjasama penuturan wacana, (3) prinsip dan maksim kelakar dalam wacana humor, (4) prinsip dan maksim persuasif dalam wacana pariwara, (5) prinsip dan maksim tutur dalam wacana peradilan, (6) prinsip dan maksim tutur dalam wacana negosiasi, (7) prinsip dan maksim tutur dalam wacana debat, (8) nilai kesantunan yang terdapat dalam wacana, dan sebagainya.Etnografi komunikasi sendiri menunjukkan cakupan kajian berlandaskan etnografi dan komunikasi. Cakupan kajian tidak dapat dipisah-pisahkan, misalnya hanya mengambil hasil-hasil kajian dari linguistik, psikologi, sosiologi, etnologi, lalu menghubung-hubungkannya.Fokus kajiannya hendaknya meneliti secara langsung terhadap penggunaan bahasa dalam konteks situasi tertentu, sehingga dapat mengamati dengan jelas pola-pola aktivitas tutur, dan kajiannya diupayakan tidak terlepas (secara terpisah-pisah), misalnya tentang gramatika (seperti dilakukan oleh linguis), tentang kepribadian (seperti psikologi), tentang struktur sosial (seperti sosiologi), tentang religi (seperti etnologi), dan sebagainya.Dalam kaitan dengan landasan itu, seorang peneliti tidak dapat membentuk bahasa, atau bahkan tutur, sebagai kerangka acuan yang sempit.Peneliti harus mengambil konteks suatu komunitas (community), atau jaringan orang-orang, lalu meneliti kegiatan komunikasinya secara menyeluruh, sehingga tiap penggunaan saluran atau kode komunikasi selalu merupakan bagian dari khasanah komunitas yang diambil oleh para penutur ketika dibutuhkan. kajian etnografi terhadap wacana diperlukan untuk menemukan dan menganalisis struktur-struktur dan fungsi-fungsi dari komunikasi yang mengatur penggunaan bahasa dalam situasi tutur, peristiwa tutur, dan tindak tutur. Kajian etnografi ini memacu atau meneliti pada budaya ataupun gaya bahasa. Contoh: gaya bahasa komunitas, gaya bahasa adat, perbedaan buadaya adat.
Tindak tutur atau tindak ujar (speech act) merupakan entitas yang bersifat sentral dalam pragmatik sehingga bersifat pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi nanalisis topik-topik pragmatik lain seperti praanggapan, perikutan, implikatur percakapan, prinsip kerja sama, dan prinsip kesantunanTindak tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatif . dirumuskan sebagai empat peristiwa tindakan yang berlangsung sekaligus, yaitu:
1. Tindak tutur lokusi, yakni tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami (pernyataan). Misalnya, “Ibu berkata kepada saya agar saya membantunya”.
2. Tindak tutur ilokusi, adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak tutur ilokusi biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan.Misalnya “Ibu menyuruh saya agar segera berangkat”.Kalau tindak tutur ilokusi hanya berkaitan dengan makna, maka makna tindak tutur ilokusi berkaitan dengan nilai, yang dibawakan oleh preposisinya.
3. Tindak tutur perlokusi, adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistic dari orang lain itu. Misalnya, karena adanya ucapan dokter (kepada pasiennya) “Mungkin ibu menderita penyakit jantung koroner”, maka si pasien akan panik dan sedih.
4. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit.Menurut pendapat Austin ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu.Ilokusi merupakan tindak tutur yang mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan. Bagi Austin, tujuan penutur dalam bertutur bukan hanya untuk memproduksi kalimat-kalimat yang memiliki pengertian dan acuan tertentu. Bahkan tujuannya adalah untuk menghasilkan kalimat-kalimat yang memberikan konstribusi jenis gerakan interaksional tertentu pada komunikasi.Tindak tutur ilokusi ini biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan.
sosiolinguistik interaksional ini adalah pandangan atau lebih tepatnya sebuah kontribusi dari dua tokoh yang akhirnya bisa mengembangkan masalah sosiolinguistik interaksional. Memberikan sebuah ancangan wacana yang berfokus pada peletakan makna atau penempatan makna dan untuk mendeskripsikan dan memahami bentuk dan makna untuk konteks sosial dan interpersonal yang memberikan praduga untuk interpretasi makna. Mencoba menemukan penempatan makna dan mencari bagaimana makna tersebut memberi kontribusi ke arah proses dan pemerolehan interaksi.
Kajian wacana memiliki manfaat yang besar apabila dikaitkan dengan koteks Indonesia yang beraneka ragam kultur dan budayanya. Manfaat tersebut antara lain sebagai berikut: 1). Membantu masyarakat memahami berbagai permasalahan yang terjadi sekaligus mencari solusinya. 2) Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan langkah yang akan diambil setelah melihat fakta yang berkembang di masyarakat. 3) Kajian wacana dapat mengungkap berbagai fakta, idealisme yang tersirat dalam sebuah wacana guna mengetahui maksud dan tujuan penulis wacana tersebut. 4) Membongkar nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah wacana. Nilai-nilai ini tentu adalah nilai-nilai kebenaran yang sebenarnya, bukan sekedar kamuflase permainan bahasa. Masyarakat akan dituntun untuk memilah mana nilai yang baik dan mana yang tidak sekaligus mendukung nilai-nilai yang baik tersebut agar tumbuh subur dalam budaya masyarakat, misalnya nilai kerukunan, kebersamaan, toleransi, dan lain sebagainya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar