Senin, 23 Januari 2017

Klasifikasi Morfem

1.      Klasifikasi Morfem

           a.      Morfem Bebas dan Moerfem terikat

Morfem bebas adalah morfem yang tanpa  keterkaitan dengan morfem lain dan dapat langsung digunakan bertutur. Contohnya pada morfem {pulang}, {merah}, {pergi}. Morfem bebas berupa morfem dasar. Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang harus bergabung dengan morfem lain untuk dapat digunakan dalam bertutur. Dalam hal ini afiks dalam bahasa indonesia termasuk morfem terikat. Selain itu banyak juga morfem dasar seperti, henti, juang, dan geletak. Untuk dapat digunakan ketiga morfem tersebut maka harus diberi afiks atau digabung dengan morfem lain. Misal {juang} menjadi berjuang, pejuang, dan daya juang, dan jugacontoh henti harus digabung dulu dengan afiks tertentu sseperti, menjadi berhenti, perhentian, dan menghentikan. Berdasarkan bentuk dasar trikat perlu dikemukakan catatan sebagai berikut :
Yang pertama bentuk dasar seperti gaul, juang dan henti, lazim disebut betuk prakategorial, karena bentuk-bentuk tersebut belum memiliki kategori sehingga tidak dapat digunakan dalam pertuturan.
Kedua, verhar (1978) juga memasukan bentuk seperti beli, baa, dan tulis, kedalam kelompok prakategorial, karena untuk digunakan didalam kalimat harus terlebih dahulu diberi prefiks me-, di-, atau ter-. Dalam kalimat imperatif memang tanpa imbuhan bentuk tersebutdapat digunakan. Kalimat imperatif adalah hasil transformasi dari kalimat aktif transitif ( yang memerlukan imbuhan).
Ketiga, bentuk kata seperti renta (yang hanya muncul dalam tua renta) kerontang (kering kerontang), dan kuyub (basah kuyub) adalah juga termasuk morfem terikat. Oleh karena itu hanya muncul dalam pasangan tertentu, maka disebut morfem unik.
Keempat, bentuk yang disebut klitika agak sukar ditemukan statusnya, apakah morfem bebas ataupun terikat. Contoh klitika ku- dapat dipisahkan sehingga menjadi buku baruku. Dilihat dari posisi tempatnyadibedakan adanya proklitika yaitu klitika yang berposisi didepan dan diikuti klitika ku- dalam dalam bentuk kubawa dan kuambil. Sedangkan yang disebut enklitika adalah yang bertempat dibelakang kata yang dilekati, seperti klitika mu- dan nya- pada bentuk nasibmu dan duduknya.
Kelima, bentuk yang termasuk preposisi dan konjungsi seperti dan, oleh, di, dan karena secara morfologis termasuk morfem bebas, tetapi secara sintaksis adalah bentuk terikat  (dalam satuan sintaksisnya).
Keenam, bentuk yang oleh kridalaksana (1989) disebut proleksem, seperti a (pada asusila), dwi (dwibahasa), dan ko (kopilot) juga termasuk morfem terikat.

           b.      Morfem Utuh dan Morfem Terbagi

Morfem utuk secara fisik merupakan satu kesatuan yang utuh. Ssemua morfem dasar baik bebas maupun terikat, serta prefiks, infiks, dan sufiks trmasuk morfem utuh. Sedangkan yang dimaksud terbagi adalah morfem yang fisiknya terbagi atau disispi morfem lain. Karena semua konfiks (pe-an, ke-an, dan per-an) adalah morfem terbagi.


          c.       Morfem Segmental dan Morfem Segmental

Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh morfem-morfem segmental, yaitu morfem yang berups bunyi dan dapat disegmentasikan. Contoh morfem {lihat}, {ter-}, {sikat}, {lah-}. Sedangkan morfem suprasegmental adalahmorfem yang terbentuk dari nada, tekanan, durasi, dan intonasi. Didalam bahasa indonesia tidak ditemukan morfem suprasegmental ini, tetapi dalah bahasa Cina, Thai, burma morfem tersebut kita dapati (lebih jauh, untuk contoh lihat chaer 2003).

          d.      Morem Bermakna Leksikal dan Tak Bermakna Leksikal

Dikotomi morfem bermakna leksikal untuh bahasa indonesia tilbul sebuah masalah. Morfem-morfem seperti  {juang}, {henti}, dan {gaul} memiliki makna leksikal atau tidak. Jika dikatakan bermakna leksikal, pada kenyataanya morfem-morfem itu belum dapat digunakan dalam pertuturan sebelum mengalami proses morfologi. Jika dikatakan tidak bermakna leksikal, pada kenyataanya morfem-morfem tersebut bukan afiks. Ada satu masalah lagi berkenaan dengan morfem leksikal ini, yaitu morfem yang berkategori gramatikal sebagai preposisi dan konjungsi. Banyak pakar seperti (Keraf 1986 dan Parera 1988) yang menyatakan bahwa kelas-lelas preposisi dan konjungsi tidak memiliki makna leksikal, dan hanya mempunyai fungsi gramatikal. Sebenarnya sebagai morfem dasar dan juga bukan afiks, semua morfem preposisi dan konjungsi memiliki makna leksikal. Namun kebebasanya dalam pertuturan memanng terbatas. Meskipun keterbatasan tidak seketat afiks  dalam morfologi morfem-morfem yang termasuk preposisi dan konjungsi memiliki kebebasan seperti morfem bebas lainnya, hanya secara sintaksis keduanya terikat pada satuan sintaksisnya.

2.      Morfem Dasar, Pangkal dan Akar

Morfem dasar

Morfem dasar, bentu dasar (lebih lazim dasar (base) saja), pangkal (stem), akar adalah istilah yang lazim digunakan dalam kajian morfologi. Namun seringkali digunakan secara tidak cermat, malah sering kali berbeda. Oleh karena itu sejalan dengan usaha Lyons (1977:513) dan Methews (1972:165 dan 1974:40,70). Istilah morfem dasar biasanya digunakan sebagai dikotomi dengan morfem afiks. Jadi bentuk seperti beli, juang, dan kucing, adalah morfem dasar. Morfem dasar ini ada yang termasuk morfem bebas yaitu beli, kucing, pulang,  tetapi ada pula yang termasuk morfem terikat yaitu juang, henti, tempur. Sedangkan morfem afik yaitu be-, di-, -an, jelas semuanya termasuk morfem terikat. Sebuah morfem dasar dapat menjadi bentuk dasar dalam suatu proses morfologi. Artinya dapat diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi, dan dapat diulang dalam proses reduplikasi, atau dapat digabung dengan morfem yang laindalam suatu proses kompoisi. Istilah bentuk dasar biasanya digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Bentuk dasar ini dapat berupa morfem tunggal tetapi juga dapat berupa gabunngan morfem.


Pangkal

Istilah pangkal atau stem digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses pembentukan kata inflektif, atau pembubuhan afiks inflektif. Hal ini terutama terjadi pada bahasa fleksi, seperti bahasa Arab, Itali, Jerman, Prancis, dalam bahasa indonesiaproses inflektif hanya terjadi pada proses pembentukan verba transitif, yaitu verba yang berprefiks me- (yang dapat diganti dengan di-, ter-, dan Zero). Misalnya dalam kata membeli pangkalnya adalah beli, pada kata mendaratkan adalah daratkan, dan pada kata menangis adalah bentuk tangis.

Akar

Istilah akar atau root digunakan untuk menyebutkan bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Artinya, akar adalah bentuk yang tersisa setelah semua afiksnya ditanggalkan. Misalnya pada kata memberlakukan setelah semua afiknya ditanggalkan (yaitu prefiks me-, ber-, dan sufiks kan) dengan cara tertentu, maka yang tersisa adalah akar laku. Akar laku ini dapat dianalisis lebih jauh lagi tanpa merusak akar makna tersebut. Contoh lain dari kata keberterimaan kalau semua afiknya ditanggalkan akan tersisa akarnya yaitu bntuk terima. Bentuk terima ini tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar